MENYONGSONG musim hujan mulai akhir Oktober ini,
tumpukan sampah di berbagai saluran dan sungai sudah harus dibersihkan.
Menurut perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
hujan sudah mulai turun di Jakarta dan seputar Jabodetabek pada akhir
Oktober dan seterusnya. Agar tidak terjadi genangan bila hujan tiba,
maka salurah-saluran air yang ada, perlu segera dibersihkan dari
sampah-sampah agar lancar alirannya.
Sebenarnya, khusus di Jakarta, pekerjaan ini sudah harus rutin
dilakukan, karena di semua instansi Suku Dinas Pekerjaan Umum di tingkat
kotamadya, ada bagian Tata Air yang khusus mengurusi saluran-saluran
mau pun sungai-sangai di wilayahnya. Namun, karena sudah terbiasa
bekerja setelah turun anggaran proyek, maka pengerjaan selalu tidak
sesuai dengan antisipasi. Genangan air hujan sudah keburu terjadi,
sementara saluran belum sempat dibersihkan. Ritme pekerjaan semacam
inilah yang perlu diubah dan dirombak oleh pemimpin baru Jakarta,
Jokowi-Ahok.
Besarnya anggaran yang tersedia menjadi sia-sia, karena penggunaannya
tidak tepat waktu dan sasaran. Makanya, masalah banjir besar di
Jakarta, akibat genangan air dan banjir kiriman dari hulu sungai, tidak
pernah terselesaikan. Masyarakat tetap menjadi korban, walaupun sudah
menyumbang untuk memperbesar pundi-pundi pendapatan asli daerah.
Sehingga, dengan akan seringnya gubernur baru Jokowi turun ke lapangan,
maka ritme kerja yang hanya berbasis pada uang anggaran ini, akan bisa
berubah.
Sampah yang tidak semuanya bisa terangkut oleh armada Dinas
Kebersihan, masih menjadi ancaman terbesar terjadi banjir akibat luapan
sungai dan saluran air di Jakarta. Di satu sudut penampungan sampah di
Pintu Air Manggarai misalnya, setidaknya dalam sehari sampah yang
diangkut mencapai 20 truk, dengan total bobot mencapai 5 ton. Sampah di
Pintu Air Manggarai menyumbat kelancaran air Sungai Ciliwung. Badan
Sungai Ciliwung di Manggarai juga menyempit, karena bantarannya dipenuhi
bangunan liar yang tidak ditertibkan.
Pembersihan sungai di Jakarta, memang ada yang ditangani Pemerintah
Pusat dan ada yang ditangani Pemprov DKI Jakarta. Namun, ada berita
baik dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, di bawah
Kementerian Pekerjaan Umum, untuk menangani luapan Sungai Ciliwung, akan
menambah pintu-pintu air. Menurut Kepala Balai Besar Sungai
Ciliwung-Cisadane, Imam Santoso, baru-baru ini, pemerintah pusat telah
menyiapkan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk membangun satu pintu air
tambahan di Pintu Air Manggarai, sehingga nanti pintu air menjadi tiga.
Penambahan pintu air juga dilakuan di Pintu Air Karet di Kanal Banjir
Barat, dari empat pintu selama ini menjadi lima pintu. Penambahan pintu
air Karet itu dilakukan untuk menyesuaikan jumlah debit air Sungai
Ciliwung yang dialirkan ke Kanal Banjir Barat. Pintu Air Manggarai
berfungsi untuk mengatur debit air Sungai Ciliwung ke arah Kanal Banjir
Barat dan aliran Sungai Ciliwung kota, ke arah Kwitang dan Istana.
Dengan adanya penambahan pintu air tersebut, menurut Imam Santoso,
debit air Sungai Ciliwung di Manggarai yang selama ini kapasitasnya
hanya 330 meter kubik per detik, bisa menjadi 500 meter kubik per detik.
Begitu pula di Pintu Air Karet, kapasitas debitnya bisa bertambah dari
500 meter kubik per detik menjadi 700 meter kubik per detik. Namun
penambahan pintu air ini baru bisa terasa setelah pembangunannya selesai
tahun 2014 nanti. Jadi, untuk musim hujan mulai akhir Oktober ini,
bahaya banjir di Jakarta masih terus mengancam.
Partisipasi Warga
Khusus menyongsong musim hujan dengan ancaman banjir akhir tahun ini,
warga Jakarta diharapkan ikut berpartisipasi membersihkan
saluran-saluran air yang ada di wilayahnya dari tumpukan sampah. Selain
pembersihan saluran dari sampah, diperlukan pula kesadaran warga untuk
tidak menutup saluran air dengan bangunan yang pada akhirnya merugikan
semua warga.
Sebagai contoh, 40 buah bangunan liar sepanjang 1,5 kilometer di tepi
Jalan Nelayan Timur RW 007, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat,
terpaksa dibongkar oleh petugas Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air
Jakarta Barat. Saat deretan bangunan liar itu dibongkar, ternyata
saluran di bawahnya sudah tidak berfungsi lagi, karena dipenuhi tumpukan
sampah dan endapan lumpur. Mungkin di tempat lain di Jakarta, masih
banyak kejadian seperti itu, sehingga sudah waktunya seluruh warga kota
mendukung program Jokowi-Ahok untuk menciptakan Jakarta Baru yang bebas
dari banjir, dan kekumuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar