Masih dilengkapi lagi pembicaraannya dengan semua Komandan Regu
yang ditugasi menculik para Jendral ketika bertahun tahun kumpul bersama
dalam tahanan.
Pembicaraan penulisnya dengan DR. Soebandrio setelah dia bebas dari
tahanan, yang mengakui menjadi bagian dari G-30-S, memberikan gambaran
yang lebih jelas mengenai gerakan yang akhirnya menggulingkan Bung Karno
dari posisinya sebagai Kepala Negara dan dari semua jabatan kenegaraan
yang melekat pada dirinya.
Dan semuanya menjadi lebih gamblang setelah terbitnya “The Foreign
Relation of The United States” yang menjelaskan bagaimana CIA (AS.) dan
MI 6 (Inggris) menggulingkan Bung Karno.
Mudah-mudahan kehadiran brosur ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca.
AMIN……!
Pemimpin Umum Jurnal Solidaritas
Freddy Sutedi
Jakarta , 21 Mei 2003.
APA SEBAB BUNG KARNO BISA DIGULINGKAN ?
Oleh : A. Karim DP
Ada sebuah pertanyaan yang pernah ditujukan kepada saya, sebuah
pertanyaan yang amat berat, tapi sekaligus juga pertanyaan yang cerdas :
“Apa sebab Bung Karno bisa di gulingkan”, maksudnya setelah meletus
G30S.
Belanda yang berpengalaman 350 tahun menjajah Indonesia dan menindas
rakyat Indonesia habis-habisan, tidak mampu menundukkan Bung Karno yang
menuntut Indonesia merdeka sekarang juga. Lima tahun perang kemerdekaan,
dimana Belanda sudah berhasil menangkap Bung Karno, perlawanannya tidak
dapat dipatahkan.
Akhirnya dunia menjadi saksi, pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana
DE DAM Amsterdam, Ratu Belanda Juliana harus menyerahkan kedaulatannya
atas Hindia Belanda kepada Indonesia di depan mata dunia, sambil
meneteskan air mata.
Tapi mengapa pada tahun 1967 Bung Karno melepaskan kekuasaannya
direbut Jendral Soeharto ? Ini bertentangan dengan ajaran Bung Karno
sendiri untuk jangan sekali-kali menyerahkan kekuasaan yang ada di
tangan dengan sukarela kepada musuh.
Apakah Bung Karno sudah sangat lemah semangat juangnya, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali menyerah ?
Orang awam bisa menjawab, Bung karno bisa digulingkan karena memang
dia mau di gulingkan tapi tentunya tidak sesederhana itu. Roeslan
Abdulgani mengatakan bahwa Bung Karno menyatakan kepadanya begini :
“Cak Roes ! saya sadar bahwa saya mau tenggelam. Biarkanlah saya tenggelam asal rakyat Indonesia tetap bersatu”.
Saya tidak mendengar langsung Bung Karno berkata begitu, karena saya
sudah ditahan. Tapi kalau Bung Karno bersikap seperti apa yang di
katakan oleh Pak Roeslan, perlu diteliti apa sebabnya. Karena hati kecil
kita akan mengatakan bahwa sikap itu tidak sesuai dengan karakter Bung
Karno yang kita kenal, yaitu tidak mudah menyerah. Apa lagi kepada
Jendral Soeharto hanya orang bawahannya.
Namun itulah yang terjadi. Mengapa?
Pada hari Maritim 1967, Bung Karno diundang oleh Markas Besar
Angkatan Laut untuk memberikan amanat langsung pada peringatan itu di
Surabaya. Yang datang menghadap Bung Karno menyampaikan undangan dua
orang Laksamana Madya yaitu Jatidjan waktu itu menjabat Mentri Maritim
dan Mursalim D.M. Menko Wakil Ketua DPR-GR. Bung Karno menolak.
Alasannya, kalau ia ke Surabaya, kemungkinan besar akan timbul kesulitan
dengan kemungkinan tidak bisa kembali ke Jakarta, karena rakyat Jawa
Timur memang menghendaki komando perlawanan. Saya pernah membaca salah
satu tulisan Jenderal A.H. Nasution, katanya di Malang sudah disediakan 6
perumahan untuk ditempati Bung Karno dan keluarganya.
Agaknya Bung Karno memperhitungkan, kalau ia berada di Surabaya,
kemungkinan besar perang saudara tidak dapat di hindari. Jawa Timur
dengan bantuan Jawa Tengah akan menyerang kekuatan Soeharto. Ini tidak
di inginkan oleh Bung Karno. “Biarkan saya tenggelam asal rakyat
Indonesia tidak pecah, tetap bersatu” demikian Bung Karno. Siapa yang
menang jika pecah perang saudara, tidak ada kalkulator yang bisa
menghitungnya.
Sungguh malang nasib Bung Karno, karena Jenderal Soeharto kemudian
memerintahkan kepadanya supaya meninggalkan Istana Merdeka sebelum
tanggal 17 Agustus 1967. Bung Karno beserta semua anak-anaknya pergi
dari Istana dengan pakaian kaos oblong dan celana piyama beralaskan kaki
dengan sendal, menumpang mobil volkswagen kodok satu-satunya mobil
milik pribadinya yang dihadiahkan oleh piola kepadanya, pergi kewisma
yaso, dimana kemudian menjadi tempat tahanannya sampai wafat. Semua
kekayaannya, di tinggalkan di Istana, tidak sepotongpun yang di bawa
pergi kecuali bendera pusaka Merah Putih yang di bungkusnya dengan
kertas koran. Anak-anaknya pun tidak boleh membawa apa-apa, kecuali
pakaian sendiri, buku buku pelajaran sekolah dan perhiasannya sendiri.
Selebihnya ditinggalkan semua di Istana dan sampai sekarang tidak
kedengaran bagaimana nasib barang-barang itu.
Megawati yang sudah pernah menjadi presiden, sepertinya melupakan begitu
saja TAP MPRS No. XXXIII/1967 yang menggulingkan Bung Karno, yang juga
menugaskan kepada Jenderal Soeharto waktu itu Pejabat Presiden, untuk
menyelesaikan persoalan hukum menyangkut Dr.Ir.Soekarno, yang tidak
pernah di laksanakan sampai Bung Karno wafat sebagai Tahanan G30S.
Selama Bung Karno di tahan di Wisma Yaso, diperlakukan sangat tidak
manusiawi. Bung Hatta menceritakan bagaimana permintaan Bung Karno
kepada Soeharto untuk sekedar mengizinkan mendatangkan seorang dukun
pijet ahli langganan Bung Karno dan juga langganan Bung Hatta, di
tolaknya. Bung Karno mengharapkan dengan bantuan pijatan dukun ahli itu,
penderitaannya akan berkurang.
Itulah kemudian yang mendorong Bung Hatta menulis surat kepada Bung
Soeharto yang mengecam tidak manusiawinya sikap itu, pada tanggal 15
Juli 1970.
Bahkan sebelumnya, Bung Hatta sudah minta kepada Soeharto lewat
Durmawel, SH, penuntut umum perkara Dr. Soebandrio, supaya Soeharto
sesudah 3 tahun lebih mengusut perkara Bung Karno, segera mengajukannya
kepengadilan untuk memastikan apakah Bung Karno bersalah atau tidak.
Sebab jika Bung Karno meninggal dalam statusnya sebagai tahanan politik
karena tidak di adili, maka rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
percaya bahwa Bung Karno tidak bersalah, akan menuduh pemerintahan
Soeharto sengaja membunuhnya, kata Bung Hatta. (Baca : Deliar Noer,
Mohammad Hatta Biografi Politik).
Dan memang itulah yang terjadi, Soeharto tentu di tuduh sengaja
membunuh Bung Karno. Bung Karno menderita penyakit gagal ginjal, dimana
kedua ginjalnya tidak berfungsi lagi dengan baik, tapi saya kira tidak
di berikan pengobatan cuci darah, sehingga nampak wajahnya
bengkak-bengkak, menyebabkan jiwanya tidak tertolong lagi.
Seumpama penyiksaan Soeharto terhadap Bung Karno yang begitu tidak
manusiawinya di lupakan oleh Mega dan memaafkannya seperti yang di
tuntut oleh pendukung Soeharto, dengan alasan bahwa Soeharto sekarang
menurut pengakuan para dokternya sudah menderita sakit di otak yang
tidak bisa di sembuhkan lagi, betul-betul sangat mulia budi Mega yang
tidak bisa dicarikan bandingannya. Karena Tuhan sendiripun tidak bisa
mengampuni dosa seorang hambanya, sebelum yang bersangkutan bertobat dan
meminta maaf kepada pihak yang di cederai, dan memaafkannya.
MAHA KARYA PARA PENDONGKEL
Apa yang saya uraikan di atas merupakan maha karya dan prestasi agung
dari para pendongkel Bung Karno, yang di pelopori oleh Kesatuan Aksi
Mahasiswa (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda/Pelajar (KAPPI), Kesatuan Aksi
Sarjana Indonesia (KASI) dan berbagai kesatuan aksi lainnya lengkap
dengan laskar-laskarnya dan backing ABRI, yang terus-menerus lakukan
demonstrasi sambil menghujat Bung Karno, dengan mendapat ransum tiap
hari 5000 (lima ribu) nasi bungkus lengkap dengan lauk-pauknya, dari
Kedutaan Besar Amerika yang mengalokasikan dana satu juta US $, di tukar
dengan rupiah di pasar gelap. Demikian di sinyalir oleh Bung Karno.
Disamping itu juga DPR-GR dan MPRS yang susunan keanggotaanya sudah
direvisi oleh Soeharto, serta berbagai partai politik yang cepat
berbalik menjadi anti Soekarno, semuanya serentak bergerak mensukseskan
maha karya dan program agung untuk menggulingkan Soekarno, serta
menghujatnya habis-habisan, untuk menaikkan Soeharto yang mereka nilai
sebagai “Pahlawan dan Pemimpin Besar” yang baru muncul.
Partai Nasional Indonesia (PNI)partai yang didirikan oleh Bung Karno
pada tahun 1927 dan terus menerus mendukungnya, tiba-tiba dalam
kongresnya di Bandung 28 April 1966, seperti Yudas mengkhianati Yesus,
menyatakan mengingkari kepemimpinan Bung Karno .Bahkan dalam pernyataan
Kebulatan Tekad , partai itu menyatakan tidak menghendaki lagi
kembalinya Bung Karno dalam kepemimpinan Nasional dan Negara.
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tadinya berdiri paling depan
mendukung Bung Karno, kini jangankan membela, menyelamatkan dirinya saja
tidak mampu karena garisnya yang mempertahankan legalitas dan kader
kadernya disuruh mendaftarkan diri di Front Nasional, langsung ditangkap
atau dibunuh.
PKI sendiri yang karena sejak awal sudah terlibat dalam gerakan,
untuk menutupi keterlibatannya, partai ini menempuh jalan mempertahankan
legalitas yang berakibat fatal. Banyak kader PKI yang tidak tahan uji,
menerima “jabatan” menjadi interrogator dari penguasa dan membuka isi
perut partainya kepada musuhnya,
Sesudah Soeharto berhasil didudukkan di singgasana kekuasaan, ia
segera ditopang bukan saja oleh ABRI, tetapi secara politik oleh GOLKAR
yang tidak lain dari partai politiknya Soeharto, yang selama 30 tahun di
desain terus menerus menang mutlak dalam Pemilihan Umum dan terus
menerus juga memilih kembali Soeharto sebagai presiden. Soeharto duduk
disinggasana kepresidenan selama 30 tahun , sedang Bung Karno yang
memproklamasikan kemerdekaan hanya sempat berkuasa 20 tahun.
G30S yang disebut oleh Bung Karno sebagai GESTOK (Gerakan 1 Oktober)
yang langsung dipimpin oleh Soeharto, memang dialah arsiteknya, Dr
Soebandrio yang waktu itu Wakil Perdana Menteri 1 , Menteri Luar Negeri
dan Kepala Badan Intelijen (BPI) menambahkan bahwa prestasi gemilang
Soeharto tidak terlepas dari dukungan Amerika Serikat, yang memang sudah
lama berusaha menggulingkan Bung Karno dan sekaligus menghancurkan PKI,
seperti yang terungkap dalam buku “Foreign Relations of the United
States” yang diterbitkan dan dicetak oleh percetakan Negara AS, tapi
yang ditarik kembali oleh Departemen Luar Negeri dari peredaran, karena
isinya masih harus dirahasiakan. Tetapi sudah banyak yang lolos ke luar
negeri, dan saya menerima copynya dari sahabat saya di Australia, Prof.
Dr. Angus Mc Intyre.
Pembuktian lain bahwa Soeharto adalah sang arsitek, menurut pengakuan
Untung, 3 minggu sebelum M meletusnya G30S, ia dan Kol. Latief, masing
masing sebagai Komandan Batalion 1 Tjakrabirawa dan Komandan Brigade
Infanteri 1 Kodam V Jaya, sudah merundingkan dengan Soeharto
langkah-langkah yang perlu diambil.
Untung dan Latief kedua-duanya bekas anak buah Soeharto, dan
persahabatan mereka terus berkelanjutan. Kunjungan Latief ke RSPAD
“Gatot Subroto” pada malam gerakan akan dilancarkan 4 jam kemudian,
menemui Soeharto sedang menemani isterinya menunggui anak bungsu mereka
Tommy yang sedang dirawat di sana karena kena guyur sup mendidih, anak
kesayangannya yang diyakini membawa rezeki, adalah kontak terakhir
pelaksana gerakan, untuk melaporkan bahwa gerakan segera dilaksanakan (4
jam kemudian), yang diterimanya dengan penuh keseriusan.
Belakangan Kolonel Latief mengakui dalam bukunya edisi ke II bahwa
laporan yang sama disampaikan juga kepada Panglima Kodam V Jaya, Umar
Wirahadikusuma.
Jadi, kedatangan Latief ke RSPAD “Gatot Subroto” pada tanggal 30
September 1965 pukul 11.00 malam, samasekali bukan untuk membunuh
Soeharto seperti yang pernah dikatakannya kepada seorang wartawan
Jerman, tapi untuk menerima laporan akhir mengenai gerakan. Menurut
seorang saksi, segera sesudah itu, Soeharto berangkat ke KOSTRAD untuk
konsolidasi pasukan dan keliling kota melihat-lihat keadaan, lewat di
depan RRI, kantor Telkom dan TVRI.
Rencana ini diperhitungkan dengan cermat untuk menjamin
kesuksesannya, dengan seminggu sebelum pelaksanaan, Soeharto sebagai
Panglima KOSTRAD mendatangkan 3 (tiga) Batalion pasukan tempur
berpengalaman, masing masing dari Semarang, Madiun dan Bandung yang
berada dibawah komando KOSTRAD. Kapten Kuncoro, kepala staf Batalion
454/Diponegoro yang ditahan satu sel dengan saya di blok isolasi Blok N
penjara Salemba (Jakarta), menceritakan bahwa ketika batalyonnya tiba di
Jakarta menumpang serentetan kereta api panjang memuat prajurit,
kendaraan, senjata ringan dan berat serta peluru yang cukup untuk
pertempuran 10 hari sebagaimana diinstruksikan, Soeharto datang
mengucapkan “selamat datang” dan meng-inspeksi pasukan serta
perlengkapan-perlengkapannya. Kendaraan yang sudah tua diganti dengan
yang baru, begitu juga senjata-senjatanya.
Semua tidak ada yang dilaporkan oleh Soeharto kepada atasannya,
padahal persiapan gerakan ini beresiko tinggi, sehingga tidak ada
secuilpun tindakan untuk mencegah di bunuhnya 6 Jenderal teras Angkatan
Darat yang diculik oleh gerakan militer yang sudah dipersiapkan dengan
baik. Ternyata Jenderalyang diculik lalu dibunuh itu, adalah
musuh-musuhnya Soeharto, demikian diterangkan oleh Dr. Soebandrio.
Banyak keterangan yang bisa saya gali dari kapten Koencoro, Kepala
Staf Batalyon 454/Diponegoro, Mayor Bambang Soepeno, Komandan Batalyon
530/Brawijaya dan Kapten Soeradi, Kepala Seksi I-nya Kol. Latief,ketika
saya berkumpul dengan mereka satu sel dalam tahanan isolasi di Blok N
penjara Salemba, yang tidak mungkin saya ceritakan semua disini karena
memerlukan waktu panjang, namun semuanya memperjelas keterlibatan
Soeharto dalam G30S.
Di penjara Salemba saya pernah bertanya kepada M. Naibaho, staf
Agitprop PKI dan pemimpin redaksi “Harian Rakyat” organ resmi PKI:
“Mengapa PKI mendukung G30S ?”, padahal gerakan itu kalah? jawabnya :
Karena waktu itu PKI berpendapat, minimal dengan kehadiran 2 Batalyon
tentara dari Semarang dan Madiun yang katanya progressif atas perintah
Soeharto, adalah kesempatan yang tidak akan berulang lagi. Oleh
karenanya, gerakan di dukung untuk menghacurkan kekuatan di AD yang anti
PKI dan anti Kabinet NASAKOM.
Tapi ada alasan lain yang layak dipertimbangkan, karena bersumber dari orang pertama PKI, yaitu DN. Aidit.
Kebetulan Aidit yang ikut dalam delegasi Indonesia ke Konperensi
Asia-Afrika II di Aljazair dibawah pimpinan Presiden Soekarno (yang
gagal), berangkat dari Jakarta 23 Juni 1965 dan berhenti sampai Kairo,
tidak melanjutkan ke Aljir. Hari itu gedung Konperensi di ledakan dengan
bom, yang tidak di ketahui siapa pelakunya. Aljazair sendiri sendiri
sedang dalam kondisi politik yang tidak stabil, karena tiba-tiba saja
menjelang penyelenggaraann KAA-II, Presiden Ben Bella di-coup oleh
Kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair pada
tgl. 19 April 1965. Ben Bella dituduh bertindak sewenang-wenang selama
masa kekuasaannya yang 641 hari, mau kuasa sendiri, seorang diktator
yang meninggalkan dasar musyawarah.
Saya sendiri ikut dalam rombongan ini sebagai wartawan. Dari Kairo,
Bung Karno pergi ke Paris dan mengumpulkan para Duta Besar kita yang ada
di AS dan Eropa, untuk mendapatkan briefing mengenai kegagalan KAA-II
dan sekaligus menguraikan persiapan Conference of the New Emerging
Forces (CENEFO) yang akan diselenggarakan di Jakarta.
Di Paris Aidit berjumpa dengan 6 tokoh Partai Komunis Aljazair yang
melarikan diri dari negrinya, karena takut di tangkap oleh Boumedienne.
Kata Aidit kepada saya, justru dia minta kepada mereka supaya segera
kembalike Aljazair dan memobilisasi massa rakyat untuk mendukung
Boumedienne, karena di nilainya, berbeda dengan coup d’etat yang bisa
dikenal, coup Boumedienne ini berwatak progressif. Aidit yang saya
interview sesudah pertemuannya dengan kamerad kameradnya dari Aljazair
dan tokoh-tokoh Partai Komunis Perancis, mengatakan pendapatnya bahwa
coup seperti yang di lancarkan oleh Boumedienne, apabila di dukung 30
Pct rakyat, bisa bermutasi menjadi revolusi. Ia berjanji akan
menjelaskan kepada saya teorinya itu di tanah air. Waktu itu ia
tergesa-gesa mengejar pesawat terbang yang hendak berangkat ke Moskow
dan memisahkan diri dari rombongan Bung Karno, dengan membawa teorinya
itu, mungkin hendak di terapkan di Indonesia. Sayangnya sejak itu, saya
tidak pernah lagi bertemu dia sampai ia dieksekusi atas perintah
Soeharto.
Mungkin teori inilah yang diterapkannya di Indonesia, karena dalam
sidang Dewan Harian Politbiro PKI tanggal 28 September 1965, di putuskan
mendukung gerakan perwira muda yang tergabung dalam G30S yang bertujuan
hendak mematahkan gerakan para Jenderal yang beroposisi terhadap Bung
Karno dan hendak merevisi ajaran-ajarannya, dan sekaligus menghendaki
terbentuknya Kabinet baru dengan intinya para Jenderal.
Tapi ketika saya berjumpa dengan Ismail Bakri, Sekretaris CDB PKI
Jawa Barat di Bandung, ketika kami sudah sama-sama bebas, ia mengaku
ikut hadir dalam sidang Dewan Harian Politbiro yang dimaksud, dan
menyatakan tidak mendukung putusan itu. Ia mengeluarkan statement yang
menolak ke-ikut sertaan PKI mendukung G30S.
NASIB SIAL UNTUNG.
Nasib sial menimpa Let. Kol.Untung, meski pun ia sudah membantu
Soeharto. Dr. Soebandrio mengatakan kepada saya, Soeharto memutuskan
Untung harus di bunuh sesuai petunjuk dukunnya, karena inilah syarat
untuk kejayaan Soeharto. Sebetulnya, kata Soebandrio, ia sendiri juga
akan di eksekusi 4 hari sesudah untung, tapi oleh suatu keajaiban
mendadak DIBATALKAN. Untung sempat mengucapkan “selamat tinggal sampai
bertemu di sana”, sambil menunjuk kelangit, kepada Dr. Soebandrio.
Soebandrio menceritakan dalam bukunya “Kesaksianku tentang G30S”, ini
saya mengulangi saja karena mungkin saudara-saudara sudah membaca
bukunya -, suatu hari diakhir 1966, Untung di jemput dari selnya di
penjara Cimahi oleh beberapa sipir penjara. Diberitahukan bahwa ia akan
di eksekusi. Itulah saat-saat terakhir Untung menjalani hidupnya.
Kata Dr. Soebandrio lagi :Saya dan Untung yang sudah akrab selama
berada dalam satu penjara di Cimahi, benar-benar hanyut dalam suasana
haru. Saya bukan saja terharu, tapi juga panik, sebab Ahmad Durmawel,
SH, oditur militer yang mengadili saya, saat itu memberitahukan bahwa
saya akan mendapatkan giliran 4 hari kemudian. Saya ingat saat itu hari
selasa, berarti saya akan di eksekusi pada hari sabtu.
Sebelum Untung di jemput untuk dibawa ke luar penjara, saya sempat
menemuinya. Saat itu ia sudah ditanya tentang permintaan terakhir
seperti lazimnya bagi orang yang akan di eksekusi. Mungkin karena Untung
panik, ia tidak minta apa-apa. Untung juga sudah tahu bahwa saya akan
dieksekusi hari sabtu. Maka pertemuan saya dengan Untung benar-benar
luar biasa. Kami memang hanya berhadap-hadapan dengan pakaian seragam
narapidana, namun hati kami tidak keruan. Untung segera akan ditembak,
sedangkan saya saya 4 hari lagi.
Saat itu ada kalimat perpisahan dari Untung yang saya ingat sampai
sekarang. Bahkan saya ingat suasana hening saat itu, ketika Untung
menyampaikan kata-kata perpisahannya kepada saya. Para sipir dan tentara
berwajah angker lengkap dengan senjata mautnya, dalam sikap siaga
mengawal Untung dan mengawasi saya dari jarak yang agak jauh. Mereka
seperti maklum dan memberikan kesempatan terakhir kepada Untung untuk
berpesan kepada saya, kata Soebandrio.
Untung mengatakan demikian : “Pak Ban , selamat tinggal, jangan sedih,
empat hari lagi kita bertemu di sana”, sambil menunjuk kelangit. Untung
mengucapkan kata perpisahannya dengan suara bergetar. Matanya kelihatan
berkaca-kaca. Perwira yang gagah berani itu, pahlawan pembebasan Irian
Barat yang di terjunkan dari udara, tidak menangis, tapi saya lihat dia
dalam kondisi sangat panik. Ia benar-benar tidak menyangka akan di
khianati oleh Soeharto.
Jika menengok hari-hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan
kepada saya, bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianatinya. Sebab ia
adalah sahabat Soeharto dan ia mengulangi lagi bahwa Soeharto sangat
mengetahui rencana G30S, bahkan memberikan bantuan pasukan. Karena itu
ia sangat yakin tidak akan di khianati oleh Soeharto. Tapi toch
kenyataannya berakhir demikian. Menanggapi keyakinan Untung, saya tidak
bisa bicara apa-apa. Saya hanya mengangguk-angguk. Para sipir dan
tentara yang mengawal kami, menyaksikan semua adegan singkat tapi
mengharukan ini.
Menjelang senja, dengan pengawasan ekstra ketat, Untung berjalan
menuju pintu gerbang untuk meninggalkan penjara Cimahi. Saya
mengamatinya dari penjara dan ia tampak berjalan tegap. Mungkin ia sudah
bisa menguasai perasaannya. Saya kemudian mendengar bahwa Untung di
eksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung.
Saya tidak sempat lagi sedih memikirkan nasib Untung. Hidup saya
sendiri akan berakhir sebentar lagi. Terus terang, setelah Untung di
eksekusi, saya benar-benar gelisah. Manusia mana yang tidak takut jika
hari kematiannya sudah di tentukan.
Tapi inilah keajaiban -, Presiden AS, Lyndon B. Johnson dan Ratu
Kerajaan Inggris Elizabeth, diluar pengetahuan saya mengirimkan surat
kawat kepada Soeharto. Saya mengetahui ini dari seorang sumber beberapa
hari kemudian. Isi surat kawat dari kedua Kepala Negara itu ini juga
ajaib -, hampir sama intinya berbunyi demikian: “Soebandrio jangan di
tembak. Saya tahu, dalam G30S dia tidak terlibat”.
Itulah pengakuan Dr.Soebandrio sendiri. Tentu saja pernyataan
Presiden Jhonson dan Ratu Elizabet yang sama itu kembali menjadi
keajaiban besar, karena Soebandrio sendiri mengatakan dalam bukunya
“Kesaksianku tentang G30S” bahwa ia bukan sekedar bagian dari sejarah
G30S, melainkan pelaku sejarah itu sendiri. Biarlah sejarah mencatat
siapa yang jujur dan siapa yang bohong.
Saya hanya ingin menambahkan nasib Bung Karno, yang juga sangat
berjasa kepada Soeharto, karena mengangkatnya menjadi Jenderal setelah
menyelamatkannya dari pengadilan militer karena perbuatan korupsinya
sewaktu menjabat Panglima Diponegoro, dengan mengganjarnya dengan hanya
di suruh belajar di Seskoad, yang justru ijazahnya di jadikan modal
untuk menggulingkan Bung Karno dan menyiksanya .
Saya mendengar sepenggal cerita dari orang yang mengakui ikut
memperhatikan dan mendengar dialog saat-saat Bung Karno COMA.
Sebentar-bentar telepon berdering, kira-kira menanyakan bagaimana
kondisi Bung Karno. “Belum”, di jawab dari telepon jaga di RSPAD Gatot
Subroto. Akhirnya cairan dari tabung infuse tidak menetes lagi, tanda
jantung tidak lagi berfungsi, telepon yang terus berdering di jawab ……”
sudah selesai !”.
Inna lillahi wa-inna ilaihi rojiun !
Bung Karno pergi dengan meninggalkan warisan besar kepada Soeharto
berupa pangkat Jenderal setelah menyelamatkannya dari pengadilan militer
karena korupsinya, kemudian Soeharto mengkhianatinya.
Soedisman, Sekjen CC PKI, telah mengeluarkan buku KRITIK DAN
OTOKRITIK saya kira saudara-saudara sudah membacanya yang secara tidak
langsung mengakui keterlibatan PKI dalam G30S.
Pada awal tadi sudah saya katakan bahwa Panitia Seminar minta kepada
saya untuk menjawab pertanyaan yang amat berat : “Apa sebab Bung Karno
bisa di gulingkan ?”.
Kalau saudara-saudara sudah membaca buku “Foreign Relations of the
United States” yang mengenai Indonesia saja 800 halaman, menunjukkan
betapa pentingnya Indonesia di mata Amerika akan menemukan jawaban
pertanyaan diatas .Dokumen itu mengungkapkan upaya Smerika hendak
menjatuhkan Bung Karno dan menghancurkan PKI, upaya mana berhasil.
Katakanlah upaya itu adalah faktor external, yang seharusnya tidak
menentukan jika tidak mendapat dukungan dari faktor internal yang kuat.
Oleh karena itu saya berpendapat bahwa tergulingnya Bung Karno yang
berawal dari terjadinya malapetaka G30S, sesuai dengan kesimpulan Bung
Karno sendiri, ialah karena adanya 3 faktor sebagai berikut :
1. Lihaynya Nekolim.
2. Keblingernya pemimpin pemimpin PKI.
3. Adanya ke-tidak-beresan dalam tubuh aparat kita sendiri.
Sesungguhnya rumusan Bung Karno itu diperluas olehnya. Rumusan yang
pas dan sesuai dengan kenyataannya, ketiga faktor yang menyebabkan
terjadinya G30S ialah :
1. Adanya intervensi Nekolim di Indonesia (AS dan Inggris) yang diikuti
dengan persiapan melakukan invasi (menyerbu) ke Indonesia meskipun
dikatakan secara terbatas.
2. Keblinger-keblingernya pemimpin PKI yang tadinya merupakan kekuatan
besar pendukung Bung Karno, karena mengharapkan kekepentingan politik
yang lebih besar dari kemungkinan menangnya gerakan tersebut. Ini di
buktikan dengan di bentuknya Dewan militer oleh PKI menjelang gerakan di
mulai, dan semua rapat persiapan G30S dari perwira perwira muda, di
pimpin oleh Syam (Kamaruzzaman), Ketua Biro Ketentaraan (Biro khusus
menurut istilah Orde Baru).
3. Adanya oposisi yang kuat dalam jajaran kekuasaan Bung Karno sendiri,
terutama dari Angkatan Darat dan partai-partai politik yang tadinya
pura-pura mendukung Bung Karno sebelum G30S. Sebagai ganti Nasakom,
mereka memperkenalkan istilah baru : “Soekarnoisme” yang di tolak oleh
Bung Karno, karena tafsirannya sesuai selera mereka sendiri, yang di
populerkan oleh “Badan Pendukung Soekarnoisme” (BPS) dan mendapat
dukungan dari Angkatan Darat dan CIA. Uraiannya ada dalam buku “Foreign
Relatio of the United States”. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
didirikan oleh Bung Karno dan teman-temannya pada tahun 1927, dan terus
menerus mendukung politik Bung Karno, dalam kongresnya di Bandung 28
April 1966, Sudah mengingkari kepemimpinan Bung Karno. Bahkan dalam
“Pernyataan Kebulatan Tekad” 21 Desember 1967, PNI mengatakan tidak
menghendaki lagi kembalinya Bung Karno dalam kepemimpinan Negara dan
Pemerintahan. Juga PKI yang tadinya mendukung Bung Karno, jangankan
membela, untuk menyelamatkan dirinya sendiri saja sudah kerepotan.
Walhasil Bung Karno sudah dikepung dari segala penjuru, sehingga tidak
mungkin lagi meloloskan diri, apalagi ia sendiri menolak memberikan
komando perlawanan, meskipun pendukungnya sampai 1966 masih sangat
optimis menang, jika Bung Karno mau saja memberikan komando perlawanan.
Soeharto sejak awal sudah mengatakan bahwa yang mendalangi G30S ialah
PKI. Dr. Soebandrio yang memegang jabatan strategis pada saat itu,
yaitu sebagai Wakil Perdana Menteri I Menteri luar Negeri dan Kepala
Badan Pusat Inteligent (BPI), mengatakan justru G30S di siapkan oleh
Soeharto sejak awal sampai pelaksanaan dan selesainya. Dr. Soebandrio
tidak percaya kalau PKI di sebut dalangnya, sebab kalau PKI yang
mempunyai anggota 3 juta dan pendukung aktif 17 juta yang mendalanginya,
akan terjadi banjir darah yang luar biasa hebatnya.
PKI dalam kesibukannya membantah ke-tidak terlibatan, di mentahkan
oleh pengakuan pengakuan yang di berikan oleh Nyono, anggota politbiro
dimuka sidang MAHMILLUB, dengan mengakui keterlibatan PKI setelah di
giring oleh ketua Mahkamah dan Oditur dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dimuka sidang. Pengakuan-pengakuan yang lebih jelas, bisa
dibaca dalam buku tentang hasil-hasil persidangan MAHMILLUB dalam
penyelesaian perkara G30S, yang diterbitkan oleh Pusat Pendidikan
Kehakiman Angakatan Darat.
Disamping itu, masih ada lagi surat DN Aidit selaku Ketua Central
Comite PKI tertanggal 10 November 1965 (sebelum ia di tangkap), di
tujukan kepada seluruh CDB PKI se-Indonesia terdiri 11 point (di sita
dari seorang kader PKI di Jawa Tengah), beberapa yang pokok saya
kutipkan di bawah ini :
1. Akibat gerakan 30 September yang seharusnya adalah 100 pct. Soal
Angkatan Darat, telah mendatangkan malapetaka besar pada PKI, walaupun
semua soal ini dalam diskusi dan instruksi-instruksi yang lalu, telah
kami perhitungkan, namun jelas semua tindakan kaum reaksioner khususnya
Dewan Jendral, dapat mengecilkan anggota partai yang masih belum
berpengalaman.
2. Dalam menanggulangi hal-hal ini memang dalam praktek tidak semua
persiapan perkiraan yang lalu, sesuai dengan kenyataanyang telah kita
pikirkan, baik dari partai-partai sekawan, mau pun dari Sosro
(maksudnya:Bung Karno) dan Tjeweng (maksudnya: Dr. Soebandrio), jelas
tidak membuktikan kesetia-kawanan, apa lagi memenuhi janji yang telah di
ucapkan.
3. Karena itu sekali lagi CC partai perlu menandaskan, semua ini
walau tinggal satu orang partai duduk, akan tetap berjuang; apa yang
sekarang terjadi adalah sebagai jenderal repetisi, tapi bila ucapan
politik Sosro dapat di terima Dewan Jenderal, bahwa gerakan 30 September
adalah “een rimpel in’t grote oceaan”, atau soal kecil, ini untuk kita
sagat menolong, berarti dor-doran dan jor-joran yang sekarang di
hadapkan Dewan Jenderal terhadap partai dan oknum-oknum kita dapat
terhenti, sehingga kita dapat berkonsolidasi kembali.
4. Sebagai Instruksi yang lalu dan salinan surat kami pada Sosro yang
kami sampaikan kepada CDB di Jawa, walaupun sekaligus belum tercapai,
CC partai yakin usaha-usaha Sosro dan Tjeweng sedang mengarahkan kepada
soal-soal yang kami usulkan pada tanggal 6 Oktober yang lalu, tapi kami
lebih yakin bahwa bila Sosro hingga kini belum secara tegas berbuat, tak
lain karena dia tidak begitu saja dapat melangkahi Dewan Jenderal yang
ada di depan hidungnya.
5. Sosro telah menyetujui untuk sementara saya menyingkir ke
tetangga, sebenarnya asalkan saya bertemu ombak, berarti tercapailah
penyingkiran itu, juga pihak Gatotkotjo (AURI) telah menyanggupi
mengirim belalang (pesawat terbang) untuk membawa kalau melangkahi
daerah Dewan Jenderal. Bila ini berhasil, berarti jaminan bagi
perjuangan jangka panjang telah ada, sebab dari sana semua persetujuan
Sosro dengan tetangga akan di gugat terus. Jelasnya dalam memperjuangkan
konsep Partai kita, tidak perduli akan korban, bila perlu Sosro jadi
korban, bila dia tidak memenuhi semua perjanjian.
Point-point selanjutnya lebih memberikan semangat supaya meneruskan
perjuangan, sambil mengingatkan (point 9) bahwa Sosro dan Tjeweng tidak
akan berkhianat, maka dari negara tetangga perjanjian-perjanjian yang
telah kami sampaikan secara / R (rahasia) pada bulan Agustus yang lalu
terpaksa di umumkan dan ini berarti lonceng kematian dan kehancuran bagi
Sosro/Tjeweng. Tapi pengumuman janji ini tidak pernah ada.
Aidit juga minta disiapkan semua fakta dan dokumen penulisan Buku Putih Pengkhianatan Dewan Jendral.
Tentang Dewan Jendral yang terus disebut sebut Aidit, cukup menarik
keterangan Prof Dr Wertheim dari Belanda yang terkenal membela PKI ,
menulis dalam makalahnya “Missing Link” (mata rantai yang hilang), bahwa
tadinya ia memang percaya adanya Dewan Jendral. Tapi setelah menelusuri
keterangan keterangan yang ada .ia berubah pikiran menjadi tidak ada.
Bahkan pengakuan Mayor Rudhito (dari SUAD I). di muka Sidang MAHMILLUB
tentang adanya rekaman rapat Dewan Jendral, dianggap isi rekaman itu
sebagai rekayasa, sedangkan mata rantai yang putus akhirnya dia temukan ,
yaitu “Soeharto”. Jadi, Soehartolah dalang G30S, kata Wertheim.
PESANAN 5000 KEPALA ORANG PKI
Sekarang bagaimana pengakuan Amerika?
Mati matian Amerika membantah keterlibatannya, kecuali mantan Duta
Besar Amerika di Jakarta Marshall Green mengakui bahwa AS mendapat
keuntungan dari kejadian itu. Menurut seorang wartawan Amerika Nona
Kathy Kadane dari States News Service, Marshall Green adalah salah satu
expert pada biro intelijen dan penelitian State Department. Dialah yang
mengatur segala bantuan AS untuk Soeharto. Dia pula menurut Bung Karno
yang memerintahkan menukar satu juta dollar AS di pasar gelap dengan
rupiah, yang digunakan untuk membeli nasi bungkus dengan lauk pauknya,
untuk makan 5000 demonstran yang tiap hari berdemonstrasi menghujat Bung
Karno dan menuntut supaya diturunkan dari jabatan Presiden.
Keterlibatan AS memang sudah sangat jelas, apalagi setelah terbitnya
buku “Foreign Relations of the United States”, yang tebalnya 800 halaman
khusus mengenai Indonesia, memuat dokumen dokumen tentang keterlibatan
AS.Memang mula mula pejabat pejabat resmi AS membantah keterlibatannya
tapi dilain pihak, ada juga orang Amerika seperti Kathy Kadane yang
membocorkan rahasia dan lebih jelas lagi apa yang dimuat dalam buku
“Foreign Relations of the United States”.
Kathy Kadane melaporkan bahwa pada tahun 1965-1966 CIA memesan 5000
kepala orang orang PKI yang harus dibantai atau dipenjarakan. Nama nama
mereka diserahkan kepada Angkatan Darat dan selalu dikontrol apakah
sudah dilaksanakan atau belum. Ternyata yang dibantai lebih banyak dari
yang dipesan. Tentu menyenangkan sekali bagi AS.
Ada laporan yang menarik dimut dalam “Foreign Relations of the United
States “, bahwa di Jawa Tengah dan Jawa Timur sepanjang tahun 1966
adalah hal-hal yang biasa bahwa setiap malam dibantai 50 sampai 100
orang di banyak tempat. Laporan dari konsulat AS di Surabaya menyebutkan
ada 3500 warga PKI yang dibunuh di Kediri dalam periode 4 sampai 9
November 1965 dan 300 orang didaerah sekitar 30 km dari Kediri. Di Bali,
8000, kata laporan itu.
Seorang diplomat AS yang bertugas di Jakarta pada tahun 1970, Richard
Howland, membantah seolah olah jumlah korban PKI yang dibunuh dalam
peristiwa G30S 1,5 juta. Katanya dia pernah mencari keterangan dari
seorang Let.Kol.AD, mengatakan bahwa bahwa total korban di Jawa 50.000 ,
di Bali 6000 dan di Sumatera Utara 3000. Diplomat itu mengatakan bahwa
ia tidak setuju dengan metode yang digunakan sang Letnan Kolonel
menghitung jumlah itu, namun jika dikombinasikan dengan data yang
dimilikinya, jumlah yang mendekati kebenaran 150.000 saja, kata Richard
Howland.
Kedutaan Besar AS di Jakarta mengakui bahwa di Indonesia memang
terjadi pembasmian orang orang komunis, tapi katanya lagi, banyak
ceritera yang dilebih lebihkan. Jumlah korban 100.000 atau mendekati 1
juta orang, sebenarnya tidak pernah diketahui dengan pasti. Karenanya
sulit untuk mereka reka berapa jumlah yang sesungguhnya .Oleh karenanya
lebih bijaksana jika mengakui yang lebih kecil. Orang Indonesia, kata
laporan itu, memang suka melebih lebihkan fakta.
Bahwa jumlah yang dibantai di Indonesia, tidak ada angkanya yang
pasti, karena memang belum pernah diadakan penelitian oleh siapapun.
Panitia Amnesti Internasional yang berpusat di London menaksir 1 juta.
Sk Washington Post memperkirakan 500.000 sedang CIA memperkirakan hanya
250.000, tapi menyebutnya itupun sebagai salah satu pembunuhan masssal
terburuk dalam abad XX. Apalagi jika seperti yang dikatakan oleh Jendral
Sarwo Edhie, panglima penumpasan G30S, sebelum beliau meninggal, kepada
Bapak Permadi, SH yang datang menjenguknya mengatakan jumlah yang
sebenarnya 3 juta. Bapak Permadi tekejut mendengar angka itu, tapi Sarwo
Edhie mengatakan : jangan kaget memang itu yang sebetulnya.
Mudah menunjuk siapa yang memprovokasi sehingga terjadi pembunuhan
pembunuhan yang kejam itu. Amerika ! Sejak 1957-1958 pada peristiwa
pembrontakan PRRI/PERMESTA, rencana hendak membunuh Bung Karno sudah
dipertimbangkan dengan matang. Pembrontakan PRRI/PERMESTA ini sepenuhnya
didukung oleh AS. Untung mereka kalah.
Menurut buku “Foreign Relations of the United States”, Duta Besar AS
di Jakarta Howard Jones yang pandai ngibulin Bung Karno, melapor ke
Washington bahwa coup d’etat Angkatan Darat hendak menggulingkan
Presiden Soekarno, semula di rencanakan akan di langsungkan pada bulan
Mei atau Juni 1965, mengambil kesempatan ketika Bung Karno berada di
luar negeri. Tapi rencana ini gagal karena orang-orang yang terlibat di
dalamnya lambat bertindak.
Akhirnya Let. Kol. Untung yang mendahului rencana AD yang akan
diadakan pada 5 Oktober, bertepatan dengan hari Angkatan Bersenjata
dengan melancarkan Gerakan 30 September.
Tapi banyak laporan yang mengatakan bahwa Untung hanyalah sekedar
boneka yang di korbankan oleh Soeharto, yang ambisinya sudah sampai di
ubun-ubun. Begitu laporan CIA tanggal 6 Oktober 1965. Laporan itu cocok
dengan apa yang diketahui bahwa Untung adalah kaki tangan Soeharto.
Semua rencana persiapan G30S di laporkan dan dikoordinasikan dengan
Soeharto, baik oleh Untung maupun Latief. Begitu kesaksian Dr.
Soebandrio yang mengakui dirinya adalah bagian dari sejarah G30S.
Ketika Latief melapor kepada Soeharto di RSPAD “Gatot Subroto” 4 jam
sebelum Gerakan di laksanakan, Soeharto membiarkan semua itu berjalan.
Masalahnya menjadi krusial dan kritis, ketika harus menjawab
pertanyaan: Siapa sebenarnya sponsor G30S itu ? CIA selalu dituding
sebagai sponsor. CIA mempunyai agen yang bernama Kamaruzzaman alias
Syam, dia juga menjadi Intel AD di PKI.
Kedudukannya sangat penting yaitu apa yang dikenal dengan Kepala Biro
Khusus. Sebetulnya istilah Biro di ciptakan oleh Orde Baru, karena
istilahnya yang sebenarnya menurut Cugito (anggota Politbiro) yang
pernah saya wawancarai sebelum meninggal, katanya :”Biro Ketentaraan”.
Peran Syam sebagai double agent sempat memusingkan kepala Prof. Dr.
Wertheim, karena katanya istilah double agent hanya di publikasikan
sekali oleh “Sinar Harapan”, sesudah itu tidak pernah muncul lagi.
Menurut Wertheim, tentu di larang oleh Orde Baru. Oknum Syam ini sangat
di percayai oleh Aidit dan seolah-olah dialah yang menjadi orang kedua
di PKI sesudah Aidit.
Kamaruzzaman-lah yang memimpin semua pertemuan perwira-perwira maju
yang mempersiapkan gerakan. Semuanya di laporkan Syam kepada Aidit dan
tentu Aidit senang sekali mendengarkan laporan Syam itu karena yang di
gambarkan adalah kemenangan dan kemenangan.
Keterlibatan tokoh-tokoh PKI sulit dibantah, karena Soedisman sendiri
secara samar-samar mengakuinya dalam “Kritik dan Otokritik”.
Nyono angota politbiro dan Peris Pardede calon anggota politbiro juga
mengakui di sidang MAHMILLUB adanya tiga kali rapat yang penting, yang
di hadiri oleh DN Aidit, MH Lukman, Nyoto, Sudisman, Ir. Sakirman, Anwar
Sanusi, Nyono, Peris Pardede, Rewang dan Suwandi. Dalam rapat-rapat itu
Aidit menginformasikan adanya Dewan Jenderal yang hendak mengadakan
kup. Ketika Ketua Mahkamah menanyakan, apakah ada bukti tertulis yang di
perlihatkan oleh Aidit, dijawab oleh Nyono “tidak ada”. Informasi
secara lisan yang di sampaikan oleh Ketua Aidit, selalu di nilai sudah
benar.
Nyono dan Peris Pardede juga mengakui di bicarakannya imbangan
kekuatan antara Dewan Jenderal dan kelompok perwira-perwira maju. Hasil
penilaian imbangan itu positif bagi perwira-perwira maju yang didukung
PKI. Tidak disadari sama sekali bahwa gerakan perwira maju sebetulnya
bukan di kendalikan oleh PKI, melainkan oleh Jenderal Soeharto, karena
tokoh-tokohnya adalah orang-orangnya Soeharto. Sehingga timbul
pertanyaan usil: Apakah juga Soeharto seorang PKI, meskipun dia munafik.
Namun seorang Komandan Batalyon dari Tanggerang, Mayor Agus Sigit,
yang selalu ikut dalam rapat-rapat persiapan, karena Batalyonnya
disiapkan untuk mendukung, mengatakan kepada saya waktu bertemu di
Salemba (ia juga di tahan), pada waktu rapat membicarakan imbangan
kekuatan, ia sudah menyatakan bahwa imbangan kekuatan yang dilaporkan,
belum bisa menjamin kemenangan. Tapi pendapatnya tidak di terima. Oleh
karena itu ia tidak hadir-hadir lagi dalam rapat rapat berikutnya dan
juga tidak hadir serta menggerakkan pasukannya ke Lubang Buaya pada saat
Gerakan ini dimulai.
Tapi PKI sangat percaya diri.
MH Lukman pernah menulis buku yang menilai bahwa PKI telah
berdominasi di bidang politik, satu penilaian yang sama sekali tidak
terbukti kebenarannya.
Anggota Politbiro Anwar Sanusi menjelang 30 September 1965 mengatakan
di hadapan sukarelawan di hadapan BNI, bahwa kita sekarang sedang
berada dalam situasi dimana ibu pertiwi sedang hamil tua. Sang bidan
siap dengan alat-alat peraji yang di perlukan untuk menyelamatkan sang
bayi yang adalah kekuatan politik yang sudah di tentukan dalam MANIPOL
(itulah G30S).
Sebenarnya apakah yang di-disain dengan mencetuskan G30S ?. Apakah
memang di maksud unutk mencari pemimpin baru unutk memimpin revolusi ?
Ya, memang hendak mendudukan Jenderal Soeharto di atas singgasana ke-Presidenan yang bersepuh darah.
Oleh karena itu, sesungguhnya semua kekuatan yang pernah aktif
bergerak di sekitar terjadinya G30S, ikut menyumbang pada krisis politik
yang kita alami sampai sekarang. Dan sekarang pun akibatnya kelihatan
masih terus hidup Nostalgia yang hendak memaksakan stabilitas keamanan
melalui pola militer yang mungkin akan menciptakan kembali hal-hal yang
mengerikan.
Saya hanya ingin bertanya, tidaklah pantas kita belajar dari Bung
Karno, yang selama masa kepemimpinannya berhasil menjadikan Indonesia
survive sebagai nasion yang bersatu, sekalipun begitu beragam budaya
yang ada di masyarakat kita, yang tidak ada bandingannya di planit kita
ini. Bung Karno berhasil sebagai pembangun dan pemersatu Indonesia
dengan sistem Pancasila sebagai hasil pemikirannya yang mengilhami dan
menjadi sumber terbaik bagi menata kembali mesyarakat kita.
Wawasan Soekarno berhasil menguasai masa depan politik dan ekonomi
Indonesia, meskipun belum sempurna. Kata seorang Diplomat Kanada Prof.
Peter Dale Scott yang terkenal di Indonesia karena kajiannya tentang
hasil konspirasi CIA bersama Kliek militer Soeharto menggulingkan
Presiden Soekarno, menyampaikan sepucuk surat kepada editor “Hasta
Mitra” yang menerbitkan buku 100 tahun Bung Karno dalam liber Amicorum
(kumpulan tulisan para sahabat Bung Karno) mengatakan bahwa dengan
membaca pidato-pidato Bung Karno, betul-betul memberikan inspirasi yang
sangat kaya dengan muatan Intelektual. Justru sekarang wawasan Bung
Karno mempunyai peluang lebih besar direalisasi, terutama ajaran
Pancasila-nya yang bukan saja cocok untuk Indonesia tapi juga cocok bagi
dunia. Peter Dale Scott juga menulis sebuah karangan dalam buku itu.
Apa yang saya uraikan mudah-mudahan sudah menjawab pertanyaan Panitia
Seminar. Namun saya minta difahami bahwa saya tidak memberikan jawaban
dengan harga mati. Artinya, saya serahkan kepada saudara-saudara untuk
mengambil kesimpulan setelah mempertimbangkan bahan-bahan yang saya
kemukakan. Bahan-bahan itu tentu tidak lengkap, mungkin lebih banyak
yang belum saya ketahui.
Oleh karena itu, saya harap Seminar ini sendiri dapat
mendiskusikannya, setidak-tidaknya oleh satu team yang dipilih. Namun
menurut pendapat saya, apapun kesimpulan kita, semua yang kita bicarakan
disini, sudah menjadi catatan sejarah. Kita tidak bisa lagi
mengingkarinya artinya yang salah tetaplah salah, sebaliknya yang benar
tetap saja benar.
Apakah dengan demikian kita akan terus frustasi dan mencaci maki mereka yang mau kita caci maki ?
Jika ini yang menjadi sikap kita, maka pastilah kita akan
ditinggalkan dinamikanya perkembangan zaman yang tidak bisa di stop.
Saya setuju jalan keluar yang di tunjukan oleh Bung Karno. Dalam
menyikapi kondisi yang semacam ini, kita jangan membiarkan diri kita
terperangkap oleh gelapnya masa silam, karena dengan demikian kita tidak
bisa membuat kemajuan-kemajuan baru. Ini artinya kepada masa depanlah
kita harus berorientasi dan bukan menengok kebelakang sambil menangisi
manisnya masa silam kita yang hilang dan membiarkan diri kita merana,
meskipun kita juga tidak boleh meninggalkan sejarah. Mari kita berusaha
sekuat tanaga melepaskan diri dari belenggu masa silam yang menyesakkan
nafas. Hiruplah udara segar masa depan, dimana harapan kita bisa di
letakkan. Tentunya kita harus mampu menarik pelajaran dari kegagalan
masa silam, dengan menelusuri makna adagium klasik,bahwa kegagalan
hanyalah sukses yang tertunda. Sikap seperti ini, rasanya lebih
dialektis.
Jangan pelihara sikap pessimisme dan seperti yang pernah dikatakan Presiden Megawati dalam pidato Tahun Baru-nya 2000:
Dunia ini akan belum kiamat. Mari bulatkan tenaga, samakan visi dan
misi dalam mendayung bahtera perjuangan, untuk melawan bahaya
disintegrasi bangsa dan penginjak-injakan hukum, serta bahaya korupsi
yang di wariskan oleh Soeharto kepada kita, menuju reformasi sejati,
karena seperti yang di katakan Presiden Mega, kepadanya hanya diwariskan
pemerintahan keranjang sampah. Mungkin Soeharto memang mewariskan
orang-orangnya kepada Mega.
Mari kita teriakkan tekad yang sekuat-kuatnya di tegakkannya hukum
untuk membasmi korupsi politik dan ekonomi, kolusi dan nepotisme warisan
Soeharto dan Orde Barunya, yang sekeranjang sampah.
Mari kita memasuki milenium baru dengan penuh optimisme, namun di
sertai tekad yang kuat tanpa henti-hentinya melakukan instropeksi dari
saat ke saat.
Saya akhiri uraian saya sampai disini, dengan kesadaran bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu marilah kita sempurnakan
.
Saya mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyajian yang mungkin tidak memenuhi harapan.
Sekian.
Terima kasih.
Merdeka !